Selasa, 6 Januari 2004 | Jawa Tengah - Banyumas |
Klomtan ''APISCERANA MELIVERA LMDH MADU SARI KARANG REJA'' Purbalingga
Harus Rela Angon Tawon hingga ke Pantura
MEMILIKI ternak lebah di Purbalingga ternyata tidak mudah. Sebab wilayah ini tidak memiliki lokasi khusus tanaman penghijauan atau perkebunan sebagai beevorage (tempat lebah mengisap sari bunga). Apalagi saat ini lebih banyak peternak di Purbalingga yang mempunyai ternak lebah dari bibit lokal (Apis Cerana).Namun bibit lokal ini mempunyai kelebihan tersendiri dibanding bibit unggul (Apis Melifera). Menurut Ketua Kelompok Tani Lebah ''Apick'' (Apis Cerana) Desa/Kecamatan Karangreja, Dachuri, lebah bibit lokal ini mampu menghasilkan madu alami, kendati tidak banyak, yang dapat dipakai sebagai obat.
''Kelemahannya, dia ini mudah hijrah. Kami kalau angon tawon sampai ke pantura, seperti Batang, Gringsing, atau Pati. Khususnya pada saat daerah-daerah itu sedang panen pohon randu atau karet. Tawon yang dimasukkan ke dalam kotak-kotak kemudian kami naikkan truk ke tempat panen. Makanya ada istilah madu randu atau karet,'' katanya.
Klomtan yang dibentuk 14 Agustus 1987 ini memiliki 26 anggota yang terdiri dari 10 orang anggota kelompok inti dan 16 orang kelompok plasma. Baik kelompok inti maupun plasma lebih banyak yang tinggal di sekitar hutan Gunung Slamet dan Pusat Informasi Desa Karangreja RT 01/01 (Siaren) Jl Watu Sanggar 27, Kecamatan Karangreja.
Hutan Rakyat
Kelompok tani ini secara rutin mengadakan pertemuan sebulan sekali guna membicarakan teknik ternak lebah, perkoperasian, dan pemasaran produk lebah. Selain itu juga mengadakan penghijauan hutan rakyat dan pekarangan agar bisa menjadi beevorage sekaligus penyuluhan keamanan hutan.
''Sebelum klomtan berdiri, sudah ada peternak lebah yang dikelola perorangan. Namun pengelolaannya masih secara menggunakan sistem tradisional. Perkembangan perlebahan secara modern di Gunung Slamet Timur baru dimulai sejak adanya proyek percontohan oleh Perum Perhutani KPH Banyumas Timur yang saya tangani sendiri,'' kata karyawan Perhutani itu.
Melalui pengelolaan modern itu, kelompok inti ''Apick'' kini memiliki 222 setup (tempat perkembangbiakan) lebah lokal dan unggul. Setiap bulan menghasilkan madu 200 liter, 12 kg lilin lebah, 10 kg larva, dan tiga kg polen (sarang). Sedangkan kelompok plasma mempunyai 372 setup yang setiap bulan menghasilkan 100 liter madu, 12 kg lilin lebah, 15 kg larva, dan lima kilogram polen.
Untuk meningkatkan kualitas SDM, anggota ''Apick'' telah dikirim mengikuti kursus perlebahan di Pusat Apiari Pramuka dan Pusat Perlebahan Nasional di Bogor, serta lokakarya di Unsoed Purwokerto. ''Kendalanya sekarang adalah belum adanya bapak angkat sebagai pembina teknis dan permodalan secara serius. Kami juga butuh kerja sama dengan peternak lebah yang potensial,'' ujarnya.
Dachuri mengaku pernah diajak kerja sama dengan sebuah perusahaan kosmetika di Jakarta. Tapi kerja sama itu belakangan bubar. ''Gara-gara pesanan sudah kami kirim tapi bayarnya lama sekali. Yang kelabakan ya kami sendiri karena anngota kami adalah peternak kecil yang permodalannya pas-pasan. Jadi kerja sama itu terpaksa bubar,'' katanya. (Arief Noegroho-20)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar